Friday 17 August 2007

Can I live without Music

Aku terdiam menerawang dan membayang sembari tetap mendengarkan alunan musik yang mengalir masuk ketelingga kananku, pikiranku terus menerwang. Pengamen yang dipojokan terus mengemandangkan lagu jitunya. Lagu baru yang jadi kesukaan banyak orang. Tak terkecuali aku. Disisi lain aku liat teman-temanku membicarakan hal-hal kecil disekitar yang dialami bersama. Hal yang indah kalau dipikir-pikir lagi. Disudut lain aku lihat temanku yang lain, aku melihat ekspresi bosannya dan sepertinya temanku yang lain mengerti dan aku tersenyum dengan kasih kebaikannya. Di seberang aku lihat wanita baik-baik… kelihatannya iya. Iya, begitulah pikiranku sampai ia mengeluarkan gulungan tembakau dari sekotak yang ditempatkan disisi kirnya. Ia wanita rupawan dan temannya disebelah dengan memakai ‘tutup kepala’. Fenoma hidup pikirku masih ditemani dengan lagu lambat dari suara loudspeaker handphone yang aku jejalkan dengan tangan kananku kearah telingaku. Semuanya bergetar, jiwaku dadaku pikiranku.
Aku kembali berhayal dan berpikir, membayangkan banyak hal. Kupejamkan mataku dan mata hatiku pun terbuka. Selama ini aku hanya berada dalam kandangku saja. Begitu aku keluar, aku teingat akan banyak hal lain yang lebih banyak dari yang selama ini ada.
Bagaimana kalau aku jadi tuli? Apa jadinya kalau aku tidak bisa mendengar? Itu hal yang terutama ku dasarkan dalam anganku saat itu. Bagimana rasanya tidak bisa mendengarkan hentakan dan getaran yang bahkan bisa ikut mengerakkan hatiku. Jiwaku bergelorak dan moodku bergeser. Hanya dengan untaian nada dari suara-suara ala surgawi. Karunia sang tercipta. Musik adalah haris yang luar biasa. Salah satu hal termanis yang dihadiahkan Bapa pada manusia. Padaku. Aku suka.. suka banget akan kurnia mu yang satu ini. Pada penutup, aku memutuskan untuk terjun dan tenggelam kedalam indahnya rajutan melodi-melodi keagungan untuk Mu. Hm….
14/07/2007 5:50 P.M.

Sepupuku dan Rumahnya

Ini adalah cerita tentang sepupuku dan rumahnya yang memberi makna sendiri dalam hidupku. Ceritanya begini, aku punya dua orang sepupu cowok yang (waktu kecil) dekat sekali denganku. Mamanya mereka (bibikku) adalah saudara perempuan Momku yang paling dekat dengan Momku. Aku ingat kejadian waktu pertama kalinya aku diajak ke rumah mereka. Waktu itu aku masih kecil, mungkin masih TK. Aku dan Mamaku berdua naik becak ke rumah mereka yang letaknya agak di pinggiran kota Medan. Waktu dibelokan, aku lihat ada orang yang main bulu tangkis di lapangan sebelah rumah mereka. Sampai sekarang pun mereka belum pindah dari rumah itu. Sebetulnya belum banyak yang berubah dari rumah itu. Strukturnya masih sama. Perabotannya masih ada yang sama. Akuariumnya masih sama. Pohon rambutan yang didepan rumahnya pun masih tetap tumbuh. Mungkin hanya ada bagian di rumahnya yang di poles dan dipermak plus prabot-prabotnya juga semakin lengkap. Lapangan bulu tangkis yang dulunya punya tetangga sebelah -yang jualan kelontong itu- kini bersatu dengan rumah sepupuku. Lapangan itu telah dibuatnya jadi kandang ayam serta ditanam berbagai macam pohon seperti rambutan, mangga, kelapa dll. Si Pindy, kucing kecil peliharaan mereka telah lama sekali hilang. Pindy adalah nama kucing yang diambil dari nama permen tangkai aneka rasa bergambar kucing. Hm.. begitu banyak kenangan dirumah itu. Banyak, banyak sekali kenangan manisku.
Abangku dekat dengan kedua sepupuku ini meskipun mereka berdua umurnya lebih tua dari abangku. Diriku kecil sering di tinggalkan orangtuaku di rumah itu sambil bermain dengan para abang-abang. Aku senang sekali dengan rumah itu. Rumahnya tenang sebab terletak agak jauh dari jalanan. Aku belajar banyak hal disitu bersama ‘para abang’. Aku pertama kali bisa bersiul karena diajarin (diledekin) mereka. Aku pertama kali bisa membuat balon dari permen karet karena diajarin (diledekin) mereka. Aku pertama kali mencicipi buah rambutan (yang sekarang menjadi buah kesukaanku) bersama mereka disitu. Aku pertama kali tahu (bisa) main kartu (Domino dan Joker) karena di ajarin mereka. Aku masih ingat setiap malam hari sabtu dan minggu kami berempat (aku, abangku dan dua sepupuku) main kartu bareng. Kami datang kerumahnya hampir tiap minggu. Aku bakal sedih bila bubaran main kartu di malam hari minggu. karena aku harus kembali keBrastagi untuk sekolah besok paginya.
Cukup sering juga kami berpetualang di sekitar situ. Bermain keliling, aku rasanya seperti masuk ke dunia petulangan. Aku sering di bonceng naik sepeda kemudian mengitari sekitaran situ. Ilalang-ilalang yang tumbuh disitu lebih tinggi dari pada aku. Air sungai disitu masih bersih dan dingin. Kedua sepupuku ini sering mengajak aku ke rumah tetangga-tetangganya. Aku juga di kenalin sama teman-temannya. Aku diajak ke supermarket di dekat rumahnya. Kami bermain dengan ikan laganya. Aku bahkan sempat mandi bareng di pompaan bareng mereka. Aduh serunya.
Aku ingat, kami semuanya kalau minggu pagi gak pernah ibadah. Kami malah asyik nonton kartun. Semuanya suka kartun (disini anime digolonglkan juga ke kartun). Kartun utama kesukaan kami adalah Sailor Moon. Masing-masing punya favorit. Aku suka Usagi si Sailor Moon yang cengeng. Abangku suka Minako si Sailor Venus. Salah satu sepupuku suka Mei si Sailor Merkurius dan sepupuku yang abangan suka Makoto si Sailor Jupiter. Kami mengoleksi poster dan segala stiker terkait tokoh-tokoh Sailor Moon. Ketiga abangku ini pintar main game. Semuanya selalu main PS (playstation.red) bersama. Aku selalu saja kalah main PS melawan mereka. Itu sebabnya aku lebih suka melihat mereka main PS yang adventure dari pada main bersama mereka, apalagi yang battle. Soalnya aku gak hapal jurus-jurusnya (aturan mijit joy stick).
Kami juga punya kesamaan lain. Kami sama-sama langganan tabloid Bobo dan Donald Bebek. Sebelumnya kami gak langganan. Hanya setelah melihat mereka aja Mom dan Dad akhirnya memutuskan untuk berlangganan juga. Terus waktu abangku beralih ke tabloid Fantasi, dengan alasan lebih banyak info gamenya, maka mereka pun beralih ke tabloit itu juga.
Momen Natalan dan Tahun Baru bersama mereka adalah salah satu momen yang paling kusenangi selama hidupku. Di saat Natalan dan Tahun Baru, mereka selalu di kasih Bonus uang saku sama orang tua mereka. Sementara Mom dan Dad ku punya tradisi lain. Jadi aku kadang iri melihat uang saku mereka yang banyak yang lantas di tabung. Pernah waktu natalan dan tahun baru, kami keluar ke teras yang peuh dengan rumput beramai-ramai sambil memasang bantalan kursi sebagai alas duduk. Sambil di terangi oleh sinar rembulan dan cahaya lilin, kami pun bercerita. Mulai dari cerita biasa hingga cerita hantu. Aku suka sekali berada di luar malam-malam. Apalagi suasananya seperti itu. Kadang mereka mengajak kami (aku dan abangku) ke rumah tetangganya untuk kunjungan tahun baru. Kami juga sering rombongan dengan orang tua kami mengunjungi sanak-saudara masih dalam rangka ngerayain tahun baru. Kami bermain, tertawa dan makan sampai kenyang. Aku gak bisa lupakan itu.
Tapi sekarang sudah berbeda, sudah berubah. Aku juga gak tahu kapan kejadiannya serta kapan pastinya kami mulai menjauh. Seingatku sewaktu adekku mulai tumbuh jadi adik yang imut, aku sadar posisiku mulai di geser oleh adikku. Mereka merasa senang berada di dekat adekku. Di main-mainin sama adekku. Sementara aku mulai merasa agak risih bermain dengan mereka. Mungkin karena mereka mulai tumbuh dewasa dan begitu juga aku. Aku telah sibuk dengan duniaku dan mereka juga. Ditambah semenjak orang tuaku membeli rumah di Medan, kami sekeluarga pun semakin jarang datang kerumahnya. Perlahan aku mulai canggung ngobrol dengan mereka dan mereka tampaknya juga begitu. Obrolan kami pun tidak nyambung lagi. Aku maupun mereka sama-sama tidak suka Sailor Moon lagi, tidak suka Donald Bebek lagi dan arti petualangan bagi kami sudah berbeda. Ada jurang di antara dunia kami. Aku sekarang sudah kuliah, mereka pun sudah cukup dewasa. Aku bahkan pikir mereka suatu saat akan menghilang dariku. Tapi tetap di hatiku, mereka adalah pribadi yang cukup berarti.
Wednesday, August 08, 2007 3:59 P.M.

Dad is The Best

Note:Ini adalah kisah (tragedi) yang terjadi sewaktu penulis duduk di kelas tiga SMU
Cerita ini diawali dari kehebohan untuk masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri.red) favorit. Aku juga tidak lepas dari euforia itu. Sebagai anak kelas tiga SMU memang hal yang paling seru di bicarakan adalah nasib atau masa depan setelah tamat sekolah. Kebanyakan teman-teman memilih ingin masuk PTN lewat jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru.red) dan UM (Ujian masuk.red). PTN yang paling duluan membuka jalur UN adalah UGM (Universitas Gadjah Mada.red). UGM bahkan melaksanakanUM nya sebelum UAN (Ujian Akhir Nasional.red) yakni sekitar bulan empat. Ada berbagai tempat strategis yang dijadikan tempat untuk ujian. Salah satu yang paling dekat dengan Medan adalah kota Pekan Baru. Kebanyakan teman-temanku yang ingin mengikuti ujian ini memilih untuk ujian di Pekan Baru. Karena banyak pertimbangan, akhirnya aku meemilih untuk ujian di Yogyakarta. Ehm.. maksudnya sekalian jalan ke Jawa juga sih.
Semua di persiapkan secara matang. Persiapan fisik, OK. Persiapan mental, OK. Persiapan yang lain-lain, OK semua. Hari-H ujian semakin dekat saja. Tapi semangatku tidak terkalahkan. Akhirnya tibalah dua haru sebelum hari keberangkatan ke Yogya. Ada suatu keadaan dimana aku juga tidak ingat kronologisnya sebabnya apa yang mengharuskan Dad datang ke sekolah waktu itu. Setahuku untuk mengantarkan tiket pesawat.
Sebelumnya aku ingin menceritakan sekilas history of my Dad. Dad itu orang yang tidak pernah datang dan berurusan dengan sekolahku. Iya mungkin pernah waktu ngurus pendaftaranku ke sekolah itu. Dad mungkin kerap datang ke sekolah adekku untuk mengambil rapot. Tapi tidak sekolahku, karena anank SMU memang berbeda dengan anak SD.
Inti ceritanya, setelah aku mengirim pesan ke Dad, akhirnya ia datang ke sekolahku. Waktu itu karena tidak tahu ruang kelasku, beliau bertanya ke Pak Satpam
Dad : “Pak, ruang kelas 3-5 yang mana ya?”
Kemudian Pak Satpamnya jawab: “Itu pak yang lantai tiga, sebelahatas, paling sudut..bla..bla..bla...”
Dad : “Ok, Ok, Makasih ya Pak.”
Terus Dad langsung menejang melewati lapangan, melewati tangga, naik dan tiba didepan kelasku. Dad mengintip sejenak kemudian ia mengetuk dan langsung membuka pintu. Waktu itu aku sedang ada les mata pelaran Biologi.
Dad: “Permisi Pak, Mau cari anak saya Olivia.”
Guru Biologi: “Olivia…”
Aku ngobrol sebentar dengan Dad. Setelah Dad keluar dari ruangan itu, tiba-tiba Guru Biologi ku ini menyusul Dad dan mereka berbicara. Aku tidak tahu isi pembicaraannya itu.
Keesokan harinya ketika aku datang ke sekolah, aku melihat suatu tulisan besar diatas sebuah papan tripleks terpampang di meja piket guru. Isinya kalau tidak salah begini “Bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk” atau “Tamu Harap Lapor Piket”. Aku ya santai-santai saja. Waktu itu aku yang agak plin-plan tidak sadar bahwa tulisan itu -walaupun tidak ditujukan secara langsung padaku- di karenakan olehku dan Dad.
Ternyata masalah Dad yang langsung menerobos masuk itu menjadi isu yang diangkat besar oleh Sang Guru Biologi. Ternyata ia merasa tersinggung bila orangtua langsung masuk ke kelas pada saat proses belajar mengajar di kelas sedang berlangsung. Memang prosedurnya bila orangtua ingin bertemu dengan murid, beliau harus menunggu dahulu di ruang piket. Setelah itu muridnya dipanggil dan bertemu orangtuanya di ruangan tersebut. Masalahnya Dad kan tidak tahu menahu soal prosedur itu. Selama ini bila mau menjenguk adekku kesekolah, ia biasanya langsung menuju kelas saja. Gak harus nunggu di piket segala. Kemudian seisi kelasku heboh mengenai kejadian ini.
Bagiku ini mungkin memang bukan pengalaman mengenakkan. Tapi aku tidak akan menyalahkan Dad dalam hal ini. Beliau sudah berusaha berperilaku sopan pada orang-orang di sekolah. Hanya saja ada miss comunication disini. Memang benar bahwa prosedur SD dan SMU itu berbeda. Akan tetapi Dad tidak tahu menahu soal hal tersebut. Dad selalu berusaha berbuat apa yang terbaik untukku. Aku pun akan membela Dad walau seperti apapun yang dikatakan orang padanya. Aku tahu bagi Dad juga aku yang terbaik dan telah kubuktiakan sebagian. Akhirnya aku lulus juga UM-UGM nya. Thanks Dad. Thanks Lord.
Wednesday, August 08, 2007 5:42 P.M.
Medan @ Watching Room

Saturday 4 August 2007

Jogging

Jogging

Kali ini aku akan menceritakan tentang pengalaman lari pagiku alias jogging. Hari ini aku di bangunkan pagi-pagi sekali, sekitar jam 5-an. Dad dan Mom adalah dua orang yang cukup aware ama kesehatan serta rutin melakukan olahraga tiap pagi. Jadi mumpung salah satu anak gadis mereka lagi bareng mereka di Brastagi (yang merupakan kota tempat tumbuh dan lahirku), mereka pun akhirnya mengajakku joging bareng mereka. Untung kemaren aku cukup tidur, jadi aku bisa bangun cepat pagi ini. Udara dingin yang menusuk membuatku pengen lanjut tidur. Tapi… jangan deh. Aku kan udah lama gak olahraga, ntar perutku bisa tambah buncit. Setelah mencuci muka, gosok gigi, minum air plus acara melamun (dalam rangka mengembalikan kesadaranku) yang keseluruhannya memakan waktu hampir 20 menit, akhirnya aku siap untuk jogging. Kita jadi kesiangan deh joggingnya. Kata Mom ini semua karena Uliph yang kebanyakan ‘upacara’. Kemudian dengan memakai stelan jogging lengkap ala Brastagi (topi, jaket hangat, celana panjang, sepatu plus kaus kaki), kami bertiga mulai lari-lari kecil.
Hm... udah cukup lama juga aku gak jalan-jalan pagi. Pemandangan di sepanjang jalan mengingatkanku ke masa-masa kecilku dulu. Rasanya gak nyangka juga ya aku di besarkan selama 14 tahun di kota kecil di daerah pegunungan gini. Tapi walaupun ini kota kecil, setahuku bagi dunia internasional kota ini lebih terkenal daripada kota Medan sendiri. Pasalnya kota ini kan kota tempat tujuannya para turis-turis. Liat aja disini banyak hotel berbintang, banyak wisma, banyak losmen, banyak bungalow. Bahkan ada arena permainan yang mirip dufan mini yang dinamakan Mikie Holiday. Semuanya dirancang untuk para turis baik domestik maupun internasional.
Selama ini aku merasa pemikiranku belum terbuka. Hal ini dilaterbelakangi oleh faktor pengetahuanku akan tata kota. Hingga menginjak usia remaja, kota yang aku kenal hanya Berastagi, Kabanjahe (kota tempat aku melanjutkan SMP) dan Medan. Aku gak pernah berpergian jauh dari lahir hingga remaja. Aku memang pernah pergi ke kota-kota di sekitaran samosir. Itupun masih dapat di hitung dengan menggunakanjari satu tangan. Aku bahkan pertama kali pergi ke Tarutung (nama kota dekat Samosir) waktu duduk di kelas 2 SMP. Sementara itu, aku pertama kali menginjakkan kaki ke pulau Jawa waktu kenaikan kelas 2 SMU. Disitu juga lah aku petama kalinya naik transportasi laut dan udara (naik kapal dan pesawat terbang). Kalau dipikir-pikir, yang begitu sebenarnya ketinggalan banget buat seseorang yang bukan di besarkan dipelosok kan?
Kembali ke soal jogging. Selama di jalan, Dad dan Mom kalau berpapasan dengan orang, pasti langsung menyapa/disapa lengkap dengan pertanyaan basa-basi ala kadarnya itu. Iyalah, ini kan kota kecil yang kebanyakan penduduknya udah saling ngenal. Setelah aku analisis ternyata gak banyak juga yang berubah dari kota ini. Toko-tokonya masih sama, jalanan dua arah yang sempit itu juga masih sama, tugunya pun masih kokoh berdiri. Selama di jalan, aku bisa melihat pohon cemara yang tumbuh berjejeran di dekat trotoar. Ada pula wisma dan hotel yang dibangun diatas bukit lengkap dengan pekarangannnya yang luas dan khas. Penduduk lokal yang sedang berjalan dengan memakai sebagian pakaian adat, saling bertutur kata dengan bahasa daerah (karo). Kuda-kuda yangseliwiran di jalan terkadang membuang tinja sembarangan di atas aspal. Kesemuanya itu indah ya? Selanjutnya bisa kurasakan udara yang dingin menembus hingga ke kulit, embun yang sejuk menempa pipiku dan membuatnya memerah. Dingin... identik dengan kota kecil ku ini.
Setelah menjelajahi jalan aspal berbukit dan melewati beberapa tempat penginapan. Akhirnya kami nyampe juga di atas bukit (Gundaling.red). Dari atas situ bisa dilihat dengan jelas pemandangan kota Brastagi. Indah memang. Rumah-rumah berderet, jalan-jalan berkelok kelok, ladang-ladang berjejer di tepi. Menatap kearah kejauhan, aku bisa melihat awan yang menutupi sebagian lereng gunung Sibayak. Diseberangnya keadaan gunung Sinabung yang tidak kalah indah. Aku bisa mengerti mengapa selama ini aku kurang artistik terhadap karya seni yang menyangkut keindahan ala. Itu karena aku ilfil. Selama ini selalu melihat alam yang indah di Brastagi, gak beda dengan yang selalu diperlihatkan di kartu-kartu pos pariwisata. I’m very proud of Brastagi.
If someday I become a succesful person, I’ll always back for u my city. I promise... =)
Tuesday, July 31, 2007 ± 2.00 P.M.

Walking Down Town

Hari ini aku keluar dari sarang penyamun. Bukan deh. Hari ini setelah tiga hari besemedi dalam rumah yang dingin, aku akhrinya jalan-jalan sama Mom. Kami berdua pergi ke Kabanjahe, kota kecil yang letaknya 11 km dari Brastagi. Kota tempat aku SMP dulu. Kota itu hangat dan sejuk. Tidak sedingin Brastagi, tidak pula sepanas Medan. Hari ini aku pertama kalinya lagi naik angkot itu. Aku ingat ada beberpa jenis angkot yang beropreasi dsitu. Selama di jalan, aku perhatikan tidak banyak yang berubah dari kota ini. orang-orangnya , jalanya, bangunannya. Emamng udah banyak pembangunan disan-sini. Tapi keseluruhannya tidak mengubaj wajah kota itu.
Aku jadi teringat bagaimana perasaanku waktu kecil. Waktu pertam akalinya Dad membawa ku ke kota itu. Waktu itu aku mungki n masih TK atau Playgroup. Jantungku berdegup menemukan sesuatu yang berbebeda di kota itu. Masih terngiang suara Dad waktu itu. Sambil mengendari mobil ia berkata “Ini namanya tuku catur.”, kemudian ia menunjuk pada sebuah tugu. Ketika mobil sedanku berbelok, aku bisa melihat dengan jelas sebuah tugu berbentuk anak catur Kuda hitam dengan gagahnya.Aku memang suka kota itu, karena berbeda dengan Brastagi yang dingin, sudut-sudut jalan di kota itu seperti mengajak ku terus bangkit. Tetapi tetap saja secara keseluruhan, tata kota Brastag jauh lebih baik.
Ketika melewati bekas SMP ku dulu (SMP N 1 Kabanjahe), aku bagai mengulang kembali memori masa laluku. Masa-masa bandelku di dulu. Teringat tiap kejadian di jala-jalann yang aku lewai sepulang sekolah, teringat petualanganku, kebandelanku, teman-temanku dan kisah asmara monyet ku.
Akhirnya kami sampai di pajak yang berada di inti kota Kabanjahe. Setelah belanja ini-itu, kami akhirnya memutuskan untuk makan. (Mom belanja pakaian dalam yang beratnya hanya beberapa ons seharga Rp.320.000,- ) Aku jadi ingat tempat makan yang letaknya masih di pajak itu dulunya terkenal sekali di kalangan teman-teman SMPku. Hanya untuk megulang kenangan lama, aku memesan bakso yang dulunya selalu ku pesan. Sebenarnya aku gak begitu pengen makan bakso karena :
  1. Aku kan semi vegitarian, sementara bakso itu full of meats.
  2. Masih ingat kan berita heboh beberapa saat lalu yang bilang kalau dalam pembuatan daging bakso ternyata memakai daging kucing dan daging tikus
  3. Kuah bakso itu banyak vetsinnya! Itu pasti!
  4. Aku gak yakin dengan saus dan sambal yang di hidangkan disitu. Aku pernah dengar certia ttg cara pembuatan saus-sambal oleh bibikku yang secara langsung melihatnya. Ceritanya mengerikan! Bukan mustahil kan dia membuat saus-sambal itu dengan mencampurkan cabe-tomat busuk dan koran di blender jadi satu.
  5. Aku gak yakin sama cabe yang di hidangkan nya juga.
  6. Aku melihat, mereka mencuci piring dan segala perkakas lainnya dengan hanya mencelupkan nya ke air beberapa kali tanpa pencucian yang steril.
  7. Aku gak yakin sama orang yang masak, soalnya yang masak kan cowok. Walaupun pada kenyataannya koki adalah para cowok, tapi aku yakin sepenuhnya bahwa (dalam kasus umum) cewek jauh lebih bersih/steril daripada cowok.
  8. Ah, tampaknya aku terlalu belagu ya?
Akan tetapi, karena alasan yang tadi telah aku utaran ‘Ingin merasakan kembali hal yang pernah aku lakukan sebelumnya’, akhirnya aku makan saja baksonya.
Sejenak aku memerhatikan cara hidup penduduk sini secara detail. Banyak budaya luar (asing) yang masuk kedalam kota-kota kecil di seluruh pelosok Indonesia. Budaya luar itu terutama di bawa oleh para kaum muda yang ingin menirukan gaya hidup kota-kota besar (metropolitan). Keseluruhannya berpadu dengan budaya setempat yang kemudian mempengaruhi cara hidup para warganya, baik kaum muda dan tua. Aku, kamu, kita semua adalah salah satu kaum muda itu. Sedikit perubahan yang kita perbuat akan memberi kontribusi yang berarti bagi daerah, kota, provinsi dan negara kita. Dalam hati, aku pun berjanji bahwa aku akan berusaha yang terbaik demi kebaikan bersama. Believe me, you’re so worthy!
Thursday, August 02, 2007 2:47 P.M.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Popular Posts