Saturday 17 January 2009

Run Evil, Run!

Run Evil, Run!
Lari… lari… lari… aku lari sekencang mungkin.
Larilah iblis!
Larilah kemana kau suka.
Larilah menerjang kerumunan orang-orang yang berjalan sejajar.
Larilah menembus hutan lalu terjun ke pantai.
Larilah... lari, hingga tidak ada yang bisa mengejarmu lagi
Larilah hingga kakimu mati rasa
Berlari untuk mencari tempat aman
Tapi utopis.
Akhirnya aku sadar aku hanya memperdaya diri
Aku terebah dititik start
Tidak ada hasil yang kudapat
Kakiku tidak sakit tapi hatiku yang,
kosong sesak dan nyeri
Aku rubuh ditempat awalku berdiri,
Pikiranku berputar dengan cepat
bagai terhipnotis dalam hitam putih imaginasi
Pada akhirnya hanyalah nihil
Aku tidak berbuah apa-apa.


Monday, January 05, 2009 13:50

The Constructivism Mind


Huff… lama-lama aku bisa gila dengan segala ilmu yang ada di kuliahanku. Beberapa waktu ini aku tidak memiliki kegiatan lain selain kuliah. Tapi meskipun aku hanya focus kuliah, aku merasa tidak maksimal terhadap belajarku. Mungin karena habbit Deadline ini ya? Habisnya gimana, kalau gak detik terakhir pikiranku tidak keluar sih dari kepalaku. Teman-temanku di HI semakin menggila dengan ilmu-ilmu yang dipelajari di kuliahan. Semua memiliki kecondongan perspektif sendiri. Begitu juga halnya dengan diriku. Aku yang mengambil cluster Mastrans (Masyarakat Transnasional: menganggkat isu-isu HI yang marginal) merasa ketertarikan yang semakin dalam terhadap perspektif konstrukitvis. Perspektif ini mirip dengan cara berpikir filsafat yang berusaha mekritik asumsi-asumsi metanaratif (yang pada umumnya dipakai untuk menganalisis suatu kejadian). Tapi kalau dipikir-pikir lagi, ada hikmahnya juga dengan kekosongan aktifitasku ini. Aku jadi bisa semakin dekat dengan anak-anak HI yang lain (iya selama ini aku akui emang aku kurang bersosialisasi dengan semua dari mereka). Dan ternyata dekat dengan mereka cukup menyenangkan.


Btw, tadi aku datang ke seminar Sexual Diversity Understanding, yang bahas soal LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender), bersama seorang temanku yang gay. Dalam seminar tersebut, aku sempat mengajukan pertanyaan sama pembicaranya, temanku bilang alur pembicaraanku gak jelas. Pertanyaannya gak terarah dan suka berhenti di tengah, gak tau apa karena logatku atau alur berpikirku. Itu tidak ada hubungannya dengan logat!!! Pengacara juga banyak orang batak dengan logat Batak tapi ngomongnya jelas. Aku pikir ini cuma aku aja yang memiliki permasalahan dengan komunikasi verbal. Kembali ke sola seminar, usai acaranya aku bela-belain membeli bukunya Nietzche (pemikir konstruktifis pos-modernisme) di bagian pameran bukunya. Seperti yang aku bilang sebelumya, aku memang sangat tertarik dengan konstruktifis. Sangkin semakin tergilanya dengan pemikiran ini, salah satu teman dekatku bahkan sampai takut kalau-kalau hal ini dapat mempengaruhi fondasi agamaku. Soalnya aku pernah sekali mendiskusikan agama dengan memakai perspektif ini. Semua hal adalah bentuk konstruksi sosial, kataku waktu itu. Haha… sebenarnya aku juga tidak sebegitu keracunannya dengan perspektif itu kok. Einstein yang pintar gila aja masih percaya sama Tuhan, terus kenapa aku yang ilmunya cuma seutil in harus menjadi atheist? Kalau masa-masa agnostic, aku yakin semua orang suatu kali akan pernah mengalami masa itu. Maksudku pernah mempertanyakan arti keberadaan Tuhan dalam hidupnya ya kan? Tapi untuk seterusnya aku bisa meyakinkan teman-temanku bahwa diriku beriman,
key?

Sepertinya
bukan cuma aku yang memiliki masalah dengan keracuanan terhadap perspektif ini. Salah satu teman dekatku, Abi, juga semakin menggila selama mempelajari perspektif ini. Aku merasa dia semakin aneh dengan semakinmerasuknya pemikiran itu kedalam kepalanya. Contohnya dia mulai menulis dengan tangan kiri karena menurutnya menulis dengan tangan kanan adalah konstruksi sosial. Dia mulai melawan berbagai pemikiran umum karena menurutnya supposedly tidak harus seperti itu. Waktu aku makan bareng dia, dia terus menerus bercoleteh tentang pandangannya terhadap konstruktivisme. Dia bahkan hapal latar belakang para pemikir konstruktivis seperti Der Derian, Derrida, Foucault, etc) Setelah bercerita panjang lebar tentang konstruktivis, dia pun mencoba melawan perspektif itu. Ia berinisiatif melahirkan anti-konstruktivis. Aih… gak ngerti lagi lah.

Restatement by Uliph:
Kesimpulan dari ilmu yang selama ini pelajari yakni bahwa saya tidak suka dengan gerakan radikal karena pada umumnya menggunakan bahkan mengutamakan violence. Saya pada dasarnya sangat yakin bahwa bagaimanapun caranya kekerasan tidak akan pernah dapat menyelesaikan masalah. (Gerakan fundamentalis radikal agama yang melakukan aksi terroisme termaksud disini).


Wednesday, November 12, 2008, 3:01:35 PM
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Popular Posts