Kamu baru saja lulus dari universitas negeri atau swasta ternama dengan IPK cukup baik (diatas 3.0). Kamu idealis dan dengan bekal IPK dan pengalaman organisasi, kamu berharap akan menduduki posisi yang bagus di perusahaan ternama atau NGO internasional. Setelah mengirim puluhan CV via email dan website lowongan kerja, kamu akhirnya mendapatkan pekerjaan full time pertama kamu di perusahaan kecil atau NGO lokal yang lingkup pekerjaannya ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi kamu. Beberapa bulan kemudian kamu memutuskan untuk mengirim CV ke berbagai institusi lain dengan harapan kamu akan mendapatkan pekerjaan yang lebih sesuai. Namun setelah beberapa bulan berlalu, kamu masih belum mendapatkan panggilan kerja. Waktu berlalu dan kamu putus asa mengirimkan ratusan CV. Akhirnya kamu memutuskan untuk tetap berada di perusahaan kecil tersebut sampai ada tawaran yang lebih baik. Tapi entah sampai kapan.
Bayangkan skenario
lainnya.
Kamu baru lulus S2 dari universitas di luar negeri. Karena kamu langsung melanjutkan pendidikan S-2 begitu lulus S-1, kamu belum pernah punya pengalaman kerja full-time, hanya volunteering disana-sini. Berbekal ijazah dari luar negeri, kamu dengan semangat membara mengirimkan lamaran ke berbagai tempat dengan harapan mendapatkan posisi yang baik dan rate sallary setara UN. Tapi setelah berbulan bulan mondar mandir, akhirnya kamu mendapatkan pekerjaan yang tidak jelek-jelek amat, namun gajinya hanya setara dengan fresh graduate lulusan S-1.
Apakah skenario diatas sounds familiar?
Bagi saya dua skenario
tersebut adalah yang paling sering saya dengar dari kesaksian teman-teman
sekitar. Mungkin terkesan men-generalisir tapi saya hanya mencoba menekankan
bahwa mencari pekerjaan untuk fresh graduate itu tidak gampang.
Saya pribadi memiliki
jalan cerita yang sedikit berbeda dari skenario diatas. Pekerjaan full-time pertama saya di kantor
pemerintah bidang perubahan iklim. Saya tahu informasi mengenai lowongan pekerjaan
di kantor tersebut dari teman saya Alanda Kariza, yang meneruskan informasi
kepada saya lewat akun Twitternya. Saat itu saya baru saja selesai sidang skripsi
dan belum menyusun revisi (apalagi wisuda). Karena kebetulan passion utama saya
adalah dibidang lingkungan, maka saya
iseng mengajukan lamaran pekerjaan (bahkan tanpa melampirkan surat tanda lulus
sementara). Seminggu kemudian saya pun dipanggil untuk interivew. Dua minggu
kemudian saya dipanggil lagi untuk dapat segera memulai pekerjaan saya. Akhirnya
saya resmi bekerja di kantor tersebut sebelum saya diwisuda. Setahun dan
delapan bulan berlalu, saya akhirnya memutuskan untuk mencari tantangan baru
dengan bergabung di kantor lain.
Pekerjaan full time ke dua
saya dapatkan dari informasi di internet. Saat itu saya hanya iseng untuk
mencoba pekerjaan baru di swasta yang mungkin lebih challenging (tempat pekerjaan yang baru ini adalah sekolah swasta
level S2). Sebenarnya pada saat itu,
tempat pekerjaan saya yang baru sedang mencari administrative officer. Saya
sendiri tidak begitu tertarik dengan pekerjaan administrative. Saya tahu apa
yang saya mau kerjakan. Saya mau bekerja sebagai researcher atau project
officer. Intinya saya lebih suka sesuatu yang challenging dan bukan clerical. Saya mencantumkan sendiri di
halaman pertama resume saya dengan huruf bold bahwa career objective saya adalah
researcher atau project officer.
Seminggu setelah mengirimkan lamaran, saya
kemudian di telepon untuk interview. Saya akhirnya diwawancara oleh seorang
profesor dari Prancis yang pada saat itu menjabat sebagai Program Director.
Selesai interview, beliau menjelaskan bahwa pada dasarnya sekolah tersebut
belum berdiri dan oleh karenanya mereka sedang mencari karyawan yang dapat
membantu mendirikan sekolah. Apabila di lihat dari latar belakang saya, saya
tidak cocok untuk melakukan pekerjaan administratif. Tapi beliau akan sangat
senang apabila saya bisa bergabung sebagai researcher pada saat sekolah tersebut
sudah berdiri. Jadi selama sekolah belum berdiri, saya bisa bergabung untuk
membantu pendirian sekolah. Jika saya setuju dengan tawarannya, saya
dipersilahkan mengirimkan email kepada beliau. Sebulan kemudian saya mengirimkan
email ke beliau. Tiga bulan kemudian saya sudah bekerja di tempat tersebut.
Dari pengalaman saya,
dapat disimpulkan bahwa diluar dari faktor LUCK
ada dua faktor utama yang membantu seseorang dalam mendapatkan pekerjaan yang
tepat: Network dan Passion. Pekerjaan pertama dulu, saya dapatkan
karena informasi yang disampaikan pribadi dari teman. Padahal lowongan tersebut
tidak diumumkan secara luas di publik. Pekerjaan kedua, saya dapatkan karena
saya tahu benar passion saya dan apa yang ingin saya lakukan dalam karir, dan
orang lain menghargai pribadi yang mengenal dirinya sendiri dengan baik.
Nah menjelang hari-hari
terakhir saya setelah hampir setahun bekerja di kantor (saya hendak melanjutkan
kuliah di Australia akhir tahun ini), saya diminta untuk membantu menyeleksi
karyawan baru. Sebenarnya ada banyak CV yang kami terima, namun entah kenapa
sangat sulit untuk mencari kandidat yang tepat. Kebanyakan CV yang masuk
berasal dari kandidat yang memiliki skill yang general (contohnya admistrative atau clerical jobs) atau tidak memiliki
spesifikasi keahlian. Hal ini yang
membuat kami menerima begitu banyak CV tanpa ada kandidat yang cocok untuk
menempati posisi yang kami cari.
Dari sini saya akhirnya
mengambil kesimpulan bahwa faktor yang lain yang membantu dalam mendapatkan pekerjaan
yang tepat adalah Spesifikasi. Pastikan
kamu mengenal dengan jelas bakat dan keahlian kamu yang dapat kamu jadikan sebagai
spesifikasi. Misalnya ahli dalam digital marketing, mapping GIS, programming,
analisis public policy, etc.
Ilustrasi |
Bagaimana dengan fresh graduate yang baru lulus dari
kuliah dan belum bisa menentukan spesifikasinya? Nah ini hal yang lain lagi.
Menurut saya pribadi
salah satu penyebab tingginya angka Youth
Unemployement di Indonesia adalah tidak seimbangnya jumlah lapangan kerja
dan jumlah angkatan kerja yang ada. Ditambah lagi habit perusahaan besar yang sebagian
besar tidak mau membuang waktu dan uang dengan memberi pelatihan kepada fresh graduate
yang belum berpengalaman. Dengan kata lain, tidak cukup banyak perusahaan yang
punya good willing untuk membantu
generasi muda mengembangkan passion dan mencari spesifikasinya.
Itu sebabnya saya sangat
mendukung enterpreneruship (kewirausahaan) di Indonesia. Menurut saya, daripada
berlomba-lomba menyebarkan CV ke banyak perusahaan, lebih baik kita berlomba
untuk membuat usaha baru. Dengan mendirikan usaha baru kita juga bisa
mengurangi jumlah unemployment di Indonesia (setidaknya diri kita sendiri tidak
menganggur).
Salah satu faktor yang
membuat young people enggan untuk membuka usaha adalah kurangnya informasi dan
edukasi tentang mendirikan usaha. Sebenarnya membuka usaha tidak terlalu susah
asal ada kemauan. Untuk memulai usaha baru, tidak perlu muluk-muluk
langsung mendirikan perusahaan besar, tapi bisa dimulai dengan small-medium
entrepeneurship.
Belakangan ini saya kira
sudah mulai marak gerakan enterpreneruship di Indonesia. Namun sayangnya gerakan
ini hanya tersebar di kota-kota besar dengan penggagas umumnya adalah kaum muda
lulusan jurusan bisnis atau ekonomi.
Sementara itu, di daerah
pedalaman di Indonesia jumlah youth unemployement masih tinggi dikarenakan kurangnya
akses terhadap informasi dan edukasi. Hal ini yang kemudian mengispirasi saya
untuk mendirikan sebuah proyek entreprenurship camp yang ditujukan kepada anak-anak
daerah yang kurang mampu. Bukan hanya sekedar enterpreneurship, saya sangat
berharap generasi muda bisa mengimplementasikan green-entrepreneruship. Artinya
usaha yang dijalankan dapat mendukung konsep sustainable development. Apabila
diimpelmentasikan dengan baik, konsep green-enterpreneruship ini dalam jangka
panjang akan dapat mendukung visi
green-economy di Indonesia.
Adapun proyek green-entrepreneruship yang saya gagas ini, dinamakan Yep camp (Youth Ecopreneurship Camp). Proyek ini saya harap bisa untuk setidaknya berkontribusi dalam mengurangi jumlah youth unemployment di Indonesia.
Adapun proyek green-entrepreneruship yang saya gagas ini, dinamakan Yep camp (Youth Ecopreneurship Camp). Proyek ini saya harap bisa untuk setidaknya berkontribusi dalam mengurangi jumlah youth unemployment di Indonesia.
Kalau kamu tertarik lebih lanjut mengenai
proyek ini, silahkan klik link di bawah:
Website : www.yepcamp.org
Twitter : https://twitter.com/YEPcamp_ID
Facebook : http://www.facebook.com/YepCampIndonesia
Saat ini, saya dan tim
YEP camp saya sangat terbuka untuk dukungan apapun yang diberikan untuk membantu
jalannya proyek tersebut. So, don’t
hesitate to drop us message yepcampid@gmail.com.
Love,
Olivia
No comments:
Post a Comment
I'd like to read a comment from you!
Note: only a member of this blog may post a comment.