(Miss Selfish)
Hari Minggu di Melbourne, aku stay di
rumah sampai nunggu jam tiga baru berangkat ke geraja dan
malamnya jalan sama Mas Bayu. Kebetulan dapat dua tiket gratis dari teman untuk
Melbourne Fringe Festival, yey!!
Selama menunggu waktunya, ada baiknya
aku menulis sesuatu di blogku. Alrite, akan kumulai dengan perasaanku
belakangan ini. Jujur saja aku merasa hidupku gak berguna belakangan ini. Aku
mengerjakan sesuatu untuk menikmati hidupku dan aku merasa useless. Sejujurnya
aku gak mau hidup untuk diriku sendiri. Memang dulu aku mendambakan kondisi
seperti ini, aku pergi ke satu tempat yang mana semua orang berbicara bukan
dalam bahasa Indonesia, dimana aku
ketemu dengan orang-orang yang gak pernah ku kenal sebelumnya dan merasakan
kondisi yang totally baru. Tapi sekarang aku udah bosan dengan kondisi ini,
pengen kerja, cari duit dan ngerjakan sesuatu hal yang berguna seperti yang ku
lakukan waktu di Indonesia. Kurasa dengan Ronaq pun aku menjalankan sesuatu
yang tanpa tujuan juga. Pada akhirnya aku sadar bahwa amat sangat sulit jika
aku harus menikah dengannya. Padahal tujuan dari pacaran kan pernikahan. I
finally found my Prince but unfortunately, we won’t able to be together. Semua yang ada dalamku dan dia benar-benar
berbeda, hobby, kebiasaan, latar belakang, suku, kepercayaan, sudut pandang,
cara berpikir. Kemaren aku bertanya sama dia,
Uliph:
“Honestly, I don’t feel that close to you”
Dia:
“What? But I feel so close to you.”
Uliph:
“You never tell me about your background, your family, your childhood.”
Dia:
“Why should I tell you when I don’t have good background?”
Uliph:
“Because it makes people feel close.”
Terus
dia mulai bercerita tentang masa lalunya yang memang complicated.
Dia:
“I don’t like to go out, I prefer to stay at home. I don’t make many friends
because I don’t like battle.”
Uliph:
“We are opposite. I love to go out, I love to have many friends.”
…………..
Dia:
“Olivia, are you serious with me or you just want to spend your time with me?”
Uliph:
“ I am serious with you.”
Dia:
“So, if your Mom say No, it’d be over.”
Yes,
it’s true. And it’s almost a certain that she’ll say no.
Dia:
“If we can marry each other, then no point to meet each other. We should stop seeing each other.”
Then I keep on silent. Dari awal aku
tau kalau sepertinya agak mustahil bersama dia kalau aku tetap ingin membina
hubungan yang baik dengan keluargaku dan adatku. Kini aku tahu kalau aku yang
egois. Aku merasa sedih waktu menduga kalau dia cuma ingin menghabiskan waktu
denganku, tapi giliran dia serius dan aku balik ditanya aku tidak bisa menjawab.
Sepertinya memang aku yang cuma ingin menghabiskan waktu dengannya, cuma ingin
menikmati kebersamaan dengannya. Betapa egois. Mereka menyarankan aku mengakhiri hubungan
dengan dia secepatnya karena kalau aku tetap bersamanya akan sangat sakit
ketika akhirnya harus berpisah. Should
I?
Anyway,
pada awalnya aku berpikir kalau semua orang senang dengan traveling. Semua
orang bakal senang berpergian ke tempat yang gak pernah di kunjungi sebelumnya
dan mencoba hal-hal yang baru. Kini aku sadar tidak semua orang seperti itu.
Karena setiap orang punya latar belakang yang mengkonstruksikan pikiran mereka.
Tapi, aku senang dengan kenyataan bahwa aku senang travel dan making friends.
It makes my mind open.
No comments:
Post a Comment
I'd like to read a comment from you!
Note: only a member of this blog may post a comment.